Apakah benar saat ada yang sakratul maut dibacakan ayat berikut “yaa ayyatuhan nafsul muthma’innah”, artinya: hai jiwa yang tenang?
Ayat yang dimaksud,
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
Ada yang bertanya-tanya, apakah ayat ini dibaca saat ada yang akan mengalami sakratul maut?
Coba kita telusuri tafsiran ayat ini terlebih dahulu.
Ibnu Katsir menyatakan bahwa ayat ini menerangkan tentang jiwa yang tenang yang diseru oleh Allah dan akan ditunaikan janji pada mereka untuk masuk surga. Mereka ridha pada jiwanya dan Allah pun ridha pada mereka. Mereka diajak masuk dalam golongan hamba-hamba Allah yang shalih dan mereka pun diajak untuk masuk surga.
Kata Ibnu Katsir rahimahullah, ini adalah panggilan Allah pada seseorang menjelang sakratul maut, juga ketika bangkit pada hari kiamat. Sebagaimana para malaikat memberikan kabar gembira seperti ini pada seorang mukmin ketika ia menjelang sakratul maut dan bangkit dari kuburnya. Sam halnya seperti ayat ini. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 564)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menyatakan seruan yang dimaksud adalah hai jiwa yang tenang dengan berdzikir pada Allah dan tenang karena mencintai-Nya. Pandangan matanya sangat merasakan ketenangan di sisi Allah. Ia kembali pada Allah dengan penuh kenikmatan dan mendapatkan keridhaan dari Allah. Lalu ia diperintahkan unutk memasuki surga.
Kata Syaikh As-Sa’di rahimahullah, ini adalah pembicaraan dengan ruh pada hari kiamat. Begitu juga ini adalah pembicaraan dengan ruh ketika sakratul maut. (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 924)
Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi berkata, ayat di atas menunjukkan berita gembira bagi jiwa yang tenang dengan iman dan dzikir pada Allah serta percaya akan janji dan ancaman Allah. Berita ini disampaikan ketika kematian, ketika bangkit dari kubur, dan ketika dihadapkan pada kitab. (Aysar At-Tafasir, hlm. 1473)
Kata Ibnu Katsir, para ulama berselisih pendapat mengenai siapakah yang dibicarakan dalam ayat ini. Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa yang dibicarakan adalah ‘Utsman bin ‘Affan. Buraidah bin Al-Hushaib menyatakan bahwa yang dibicarakan adalah Hamzah bin ‘Abdul Muthallib. Ada juga pendapat Ibnu ‘Abbas yang menyatakan ayat ini ditujukan pada Abu Bakr. Juga ada pendapat umum dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat tersebut ditujukan pada arwah-arwah yang tenang pada hari kiamat. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 565-566)
Ada riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Katsir, saat Ibnu ‘Abbas dimakamna dibacakanlah ayat ini di sisi kubur beliau. Tidak diketahui siapa yang membacanya. Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim, namun dalam sanadnya terdapat Marwan bin Syuja’ Al-Jazri. Perawi ini jujur namun sering keliru. Berarti hadits ini bermasalah, alias lemah.
Kesimpulannya, ayat di atas tidak tepat dipraktikkan dibaca saat ada yang akan mati. Karena yang menyeru panggilan wahai jiwa yang tenang itu malaikat atau Allah sendiri.
Semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayah untuk semakin paham akan Kalamullah.
—
Disusun @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, Selasa, 17 Sya’ban 1437 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam